Tahun 1432 H kini berganti tahun baru 1433 H. Pada
pergantian tahun ini dimana pergantian
tahun baru Hijriyah lebih awal beberapa hari dibandingkan dengan tahun
Masehi. Dimana tahun baru masehi
dirayakan dengan penuh gegap gempita, pesta pora di mana-mana, kembang api
menandai tenggelamnya tahun sebelumnya terbitlah mentari di ufuk timur menandai
datangnya tahun baru.
Kini umat Islam menyambut tahun baru 1432H, lebih awal dari
tahun Masehi. Menyadari hakikat tahun baru hijrah, umat Islam sebagai umat terbaik
dan sepatutnya menjadi suri tauladan yang baik kepada orang lain haruslah
mempunyai cara dan sikap yang menjunjung tinggi ajaran wahyu dalam menyambut
datangnya tahun baru hijrah, agar dapat membedakan dengan cara dan adat orang
lain.
Sebagai Ummat Islam, Ummat Nabi Muhammad SAW, sepatutnya
kita menyambut pergantian tahun yang ditentukan oleh Allah sebagai tahun yang
dipakai dalam penentuan waktu dalam menjalankan Syariat Islam. Cara
memperingati tahun baru seperti yang Rasulullah SAW sabdakan: " Barangsiapa
yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal
dari bulan Muharram, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu
dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa.
Pada awal tahun Hijriyah itulah permulaan fajar Islam mulai
menyingsing dengan di awali dengan Hijrahnya Rasulullah SAW bersama para
sabiqulan awwalun dari Kota Makkah ke Kota Madinah. Itulah tonggak sejarah
Islam, Ummat Islam, dicanangkan ke seluruh dunia. Kedatangan tahun baru Islam agak
sepi akibat begitu lama umat Islam terjajah dan terlalu membesar-besarkan
penggunaan kalendar masehi dibandingkan tahun hijrah dalam kehidupan
sehari-hari. Budaya ini menyebabkan umat Islam sendiri tidak ingat bulan-bulan
dalam Islam kecuali Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah saja.
Inilah antara lain usaha besar kaum kuffar merusak serta
menjauhkan umat Islam dari ruh Islam, termasuk memastikan umat Islam tidak
menghayati tahun hijrah dalam kehidupan. Agak jarang umat Islam mengucapkan
selamat tahun baru, umat Islam sudah terjajah oleh budaya kuffar. Mungkinkah
umat Islam mampu memprakarsai kembali penggunaan tahun baru hijrah. Jawabannya
ada pada tindakan dan kesungguhan umat Islam dalam merealisasikannya. Jika
dalam pemakaian tahun pun susah kita berhijrah maka mungkinkah kita mampu
hijrah dari sistem jahiliah kepada sistem Islam.
Marilah kita berhijrah dari jahiliah kepada Islam, dari
bathil kepada haq, dari system kufar kepada system Islam, dari Darul kufar
kepada Darul Islam, kufur kepada iman, lemah kepada kuat, sesat kepada
kebenaran, kegelapan kepada cahaya, dosa kepada pahala, mundur kepada maju.
Oleh karenanya marilah insaf bahwa jika kita ingin mengembalikan ruh hijrah
sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat sehingga Islam
mampu merajai dunia maka kita harus kembali kepada Islam dalam secara ”kaffah”
atau totalitas dalam semua aspek kehidupan. Sebagaimana kita ketahui bersama
hijrah Nabi Muhammad shallalahu `alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah telah
membawa perubahan besar terhadap peradaban umat manusia, perubahan dari zaman
jahiliah menuju peradaban madaniah di bawah naungan cahaya Illahi dengan kata
lain Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam melakukan perubahan yang paling
fundamental dalam kehidupan, dari kehidupan yang tidak memiliki peradaban ke
arah kehidupan yang penuh rahmat ampunan dan kasih sayang.
Teladan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi
wasallam kepada kita semua, memberikan inspirasi penting untuk membangun sebuah
peradaban baru di masa yang akan datang, kita dapat mengambil pelajaran
bagaimana beliau mulai membangun peradaban Islam dari tataran induvidual menuju
tataran sosial yang lebih baik. Pada tataran individual Rosullalah menegakkan
hakidah nafsiah yaitu menegakkan hakidah dalam diri setiap insan. Hal ini
mengandung makna bahwa segala sesuatu yang kita rencanakan untuk berubah justru
harus dimulai dengan melakukan perubahan dari diri sendiri. Perubahan yang
kemudian lebih meluas membangun komitmen bersama kearah pembentukkan sebuah tatanan
kehidupan yang diterapkan pada masyarakat Madinah.
Rasullalah shallalahu `alaihi wasallam membangun sebuah
konsep sya`riah istima`yah yaitu konsep hukum kemasyarakatan yang meliputi
penegakkan hukum, sosial, politik, keamanan, budaya dan ketatanegaraan. Di
Madinah lah kita menyaksikan apa yang dikenal dengan persamaan di depan hukum
dan pemerintahan, dipraktekkan secara bermartabat dan beradab, di Madinah pula
kita menyaksikan bagaimana hukum ditegakkan secara lugas, demikian juga dengan
kerjasama antar kelompok yang berbeda keyakinan agamanya, tentu masih banyak
pelajaran berharga yang kita petik dari Rasulullah, karena itulah tidak
berlebihan kalau penulis menggunakan kesempatan yang sangat membahagiakan ini,
untuk menyeruhkan kepada seluruh umat Islam di tanah air agar senantiasa
mempelajari, menggali dan mengaktualisasikan semuanya itu dalam kehidupan
sehari-hari.
Dari sekian ragam peristiwa penting Islam, peristiwa hijrah
sesungguhnya menempati posisi yang utama. Sebab, peristiwa ini bukan saja menandai
babak baru penanggalan Islam yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab, melainkan
juga menjadi titik balik peradaban Islam terkonstruksi dengan gemilang. Karena
itulah, setiap tahunnya kita memperingati peristiwa hijrah sebagai tahun baru
Islam. Harapannya, tentu di samping memutar kembali klise peristiwa fenomenal
itu, juga mencoba memunguti makna hijrah secara aktual dan kontekstual.
Puncak kegemilangan sejarah Islam lewat momen hijriyah patut
dibilang sebagai sebuah revolusi tanpa kekerasan yang pertama kali dalam
sejarah. Dalam waktu yang cukup singkat Muhammad mampu mengubah wajah Kota
Madina dari pola masyarakat yang diskriminatif, primordialis-fanatis dan
eksklusif menjadi masyarakat yang terbuka, egaliter, dan penuh dengan
nilai-nilai persaudaraan. Kota Madina yang awalnya selalu diselimuti oleh
pertentangan antarsuku menjadi komunitas yang dipenuhi oleh semangat kolektif
untuk membentuk peradaban baru.
Atas kesuksesan ini sangat beralasan bila Michael Hart dalam
The 100: A Rangking of The Most Influental Person in History telah menempatkan
Muhammad pada urutan pertama. Muhammad tidak hanya sukses membangun peradaban
baru Islam tetapi juga mampu mengkombinasikan unsur sekuler dan agama dalam
satu racikan peradaban Madina. Muhammad tidak hanya tampil sebagai seorang
agamawan yang selalu mendermakan pesan spiritualnya, tetapi ia juga tampil
sebagai negarawan yang adil dan bijaksana, ingat!!!!! Seorang Negarawan yang
mampu mememimpin rakyatnya. Islam telah didudukkan tidak hanya sebagai agama
yang berisi panduan ritual, tetapi juga sebagai etik-moral yang selalu hidup di
tengah masyarakat. Karena memang Rasul diutus bukan hanya untuk mengurus
ritual, akan tetapi sebagaikholifatullah yang mampu menegakkan hokum-hukum dan
menjalankan peraturan undang-undang berdasarkan Quran dan Sunnah.
Menyadari keagungan sejarah “hijrah” ini maka tidak khilaf
apabila umat Islam menetapkan tahun barunya dengan merujuk pada sejarah
hijriyah. Hal ini mempunyai arti bahwa lembaran baru Islam tidak dibuka dengan
keagungan seorang tokoh semisal dengan memperingati kelahiran Nabi. Akan
tetapi, Islam mengawali setiap lembaran barunya dengan semangat kelahiran
peradaban baru Islam di Madina.
Apa yang diharapkan dengan dijadikannya hijriyah sebagai
tahun baru Islam? Pada tanggal 1 Muharram 1433 nanti —yang bertepatan dengan 07
Desember 2010—kembali umat Islam memperingati sejarah sucinya. Sudah seribu
empat ratus dua puluh tujuh tahun peristiwa ini berlalu. Namun, semenjak itu
pula semangat hijriyah tidak pernah usang dimakan zaman karena selalu
disegarkan dengan peringatan dan perayaan setiap tahunnya. Oleh karenanya,
setiap kali umat Islam merayakan tahun barunya seketika itu pula semangat umat
Islam disegarkan.
Setiap tahun kaum muslim kembali diingatkan dengan memori
keemasan sejarahnya. Dan, setiap tahun pula semangat dan makna hijriyah ini
akan menjadi kekuatan yang merevitalisasi dan mampu mendorong semangat umat
Islam. Tentunya semangat hijrah diharapkan mampu menjadi semangat baru bagi
umat Islam dalam memulai sejarahnya pada detik ini dan pada masa selanjutnya.
Karenanya, makna hijriyah harus terinternalisasi dalam diri kita dan diolah
menjadi sikap yang luhur dan dinamis dalam menata masa depan yang lebih baik.
Melihat kenyataan ini Indonesia tampaknya harus menjalani
hukum sejarah dari sebuah peradaban. Tentunya bangsa ini tidak memaknai
“hijrah” dengan perpindahan fisik layaknya “hijrah”nya Nabi meningalkan Makkah.
Yang bisa dilakukan oleh bangsa ini adalah hijrah maknawi. Artinya, bangsa
Indonesia butuh semangat “hijrah” dari kemerosotan ekonomi, sosial, politik dan
hukum menuju peradaban yang mencerahkan. Peradaban yang lebih menjamin
kesejahteraan masyara-kat, keterbukaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan.
Tahun baru hijriyah sudah semestinya menjadi momentum untuk
merenungkan kembali eksistensi bangsa Indonesia di titik paling nadir. Untuk
itulah, hijriyah yang diperingati oleh umat Islam dan juga bangsa Indonesia
kali ini diharapkan menjadi refleksi panjang bangsa ini untuk merajut perubahan
yang sebenarnya, yang subtantif, produktif dan populistik. Semangat hijrah akan
menjadi modal untuk mengembalikan kegairahan inisiatif perubahan tersebut. Oleh
karenanya, sangat rugi dan sia-sia apabila hijriyah yang akan kita peringati
bersama hanya sebatas pada refleksi seremonial.
Pada momen ini bangsa Indonesia berkesempatan untuk menguak
makna dan semangat hijriyah bagi keberadaban dirinya sendiri. Hijrah berarti
pula berubah untuk membangun peradaban baru seperti Nabi meninggalkan Makkah
dan membentuk komunitas baru yang berperadaban. Semoga bangsa Indonesia mampu
“hijrah” dari penderitaan yang membelitnya menuju bangsa yang berkeadaban.
1 komentar:
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
Posting Komentar